Selasa, 31 Maret 2009

Oknum Hakim PN Singkawang Disinyalir Memeras

*LAKI Siap Usut Hingga Tuntas

Dua oknum hakim Pengadilan Negeri (PN) Singkawang, Ny dan Ag disinyalir meminta uang kepada Nam Jiu, salah satu keluarga terdakwa dalam perkara narkoba Pok Muk Lin alias Acut. Merasa dipaksa dan ditekan, korban dengan berat hati menyerahkan uang tunai pada keduanya.

Praktik terlarang itu sudah menjadi gunjingan beberapa elemen masyarakat. Bahkan Ketua Laskar anti Korupsi Indonesia (LAKI) Kota Singkawang, Muin secara terbuka menyesalkan dugaan korupsi oknum korps jubah hitam itu. Walaupun sulit dibuktikan, namun dia bertekad mengusut penyimpangan jabatan tersebut sampai tuntas. Kemudian melaporkan “permainan” itu kepada Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK).

“Hakim yang seharusnya memberi rasa keadilan sangat tidak pantas meminta uang kepada keluarga terdakwa. Hukuman kepada mereka yang seharusnya menegakkan hukum, namun mempermainkan hukum, bagaikan bisnis dagang perkara, haruslah lebih berat. Karena sudah meniadakan harapan masyarakat pencari keadilan. Apalagi pemerasan yang malah mereka dapatkan,” tegasnya.

Muin menceritakan, pernah masuk ke PN Singkawang dan bertemu dengan hakim Wig, Senin (16/3) pagi. Yang bersangkutan sempat pucat. “Saya masuk bersama dengan Nam Jiu. Saya mundur, karena uang belum diberikan,” serunya.

Hakim lanjut Muin, sudah mendapat tunjangan khusus dalam menjalankan btugasnya. Begitu keterlaluan katanya, jika tetap meminta uang kepada terdakwa yang menjalani persidangan. Diperkirakan, lakon tercela itu sudah berlangsung lama dan berulang kali terjadi. “Kalau hakim saja sudah meminta uang, maka kepada siapa lagi masyarakat meminta perlindungan hukum dan keadilan,” sesalnya, Minggu (29/3) sore.

Sementara itu penasihat hukum terdakwa, Pariaman Siagian SH MH saat dihubungi melalui ponsel mengakui, kalau keluarga kleinnya diminta uang. Dirinya mengaku tengah mengikuti sidang di PN Bengkayang ketika aksi pemintaan uang sebesar Rp 1 juta itu berlangsung. “Usai mengetahui informasi itu, saya segera menyuruh keluarga klien untuk meminta kembali uang tersebut. Karena penegakan hukum bukan untuk mencari uang, tapi cari kebenaran dan keadilan,” timpal alumnus strata satu UGM ini.

Lebih jauh Siagian membenarkan pada Senin (16/3) siang, Nam Jiu bersama Muin masuk ke ruangan pengadilan untuk meminta uang kembali. Tapi hasilnya nihil alias belum dikembalikan. Secara terbuka dia menyatakan rugi negara mendirikan perguruan tinggi tepatnya fakultas hukum jika penanganan perkara berpatokan pada uang. “Seolah-olah kita tidak perlu sekolah lagi. Penyimpangan seperti itu menyakitkan,” ujarnya.

Oknum hakim menerima uang dari terdakwa dengan disertai unsur paksaan dan ancaman dikategorikan Siagian, sebagai korupsi jabatan selaku penegak hukum. “Sistem hukum rusak kalau dibiarkan seperti ini,” paparnya.

Pada kesempatan yang sama, Nam Jiu dihubungi melalui telepon selularnya. Sebelumnya, JPU Zaenul mengenakan dakwaan primer percobaan memiliki narkoba terhadap Acut. Ia tidak dikenakan dakwaan subsider. Sementara majelis hakim, menvonis terdakwa hukuman 1,5 tahun penjara. Atas putusan itu, penasihat hukum langsung menyatakan banding.

Dihubungi terpisah, hakim I Nyoman Wiguna membantah pemerasan dan penerimaan uang sebesar Rp 1 juta tersebut. Dia menganjurkan untuk mendapatkan keterangan langsung dari Nam Jiu. “Kalau sudah dari Nam Jiu, hubungi saya lagi,” cetusnya. (man)

Sumber: Equator, Senin (30/3)

Minggu, 15 Maret 2009

Putusan Sela Korupsi Bengkayang

Hakim Tolak Eksepsi, PH Banding

Sidang perkara korupsi APBD Kabupaten Bengkayang memasuki putusan sela, Rabu (10/3) kemarin. Majelis Hakim yang diketuai Linton Sirait SH menolak eksepsi Penasihat Hukum (PH) 33 mantan anggota DPRD Bengkayang periode 1999-2004.
“Pengadilan Negeri Bengkayang berwenang mengadili para terdakwa yang pada tahun 2003-2004 masih aktif sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia,” kata Linton.
Alasannya, kata dia, dugaan korupsi para perwira yang menjadi wakil rakyat berdasarkan surat tugas Panglima Kodam VI/TPR dilakukan bersama-sama dengan sipil. “Tanpa ada keputusan MA tentang keadaan tertentu maka PN Bengkayang berwenang mengadili para terdakwa yang dahulu masih aktif di TNI,” paparnya.
Sidang kemarin berlangsung sekitar dua jam sejak pukul 10.30. Seluruh terdakwa secara serentak dihadirkan di kursi pesakitan. Majelis hakim lebih dahulu membacakan kembali eksepsi tim penasihat hukum dan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Terhadap pilihan salah seorang dari 33 terdakwa yakni Petrus SA yang tidak didampingi pengacara ketika penyidikan, menurut Ketua Majelis Hakim menjadi risiko terdakwa. Sebab, Petrus mampu membiayai PH namun hak itu urung digunakan.
“Keberatan penasihat hukum terhadap dakwaan yang tidak jelas mencantumkan tempat dan waktu, tidak dapat diterima. Karena Majelis Hakim berpendapat pada dakwaan,” ujar Linton.
Beberapa keberatan penasihat hukum lainnya dijelaskan Linton telah memasuki pokok masalah. Karena itu tidak dapat diputuskan pada sela. “Kita buktikan pada masa persidangan lanjutan,” ungkapnya.
Linton selain menolak eksepsi penasihat hukum para terdakwa juga memerintahkan JPU agar menghadirkan saksi dan barang bukti. “Kita tangguhkan perkara hingga putusan akhir,” imbuhnya.
Menanggapi putusan sela majelis hakim, seluruh terdakwa mengutarakan pikir-pikir. Secara teknis, Linton meminta jawaban dengan membedakan keenam berkas perkara. Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Bengkayang membagi enam berkas terhadap 33 terdakwa berdasarkan komisi dan unsur pimpinan.
Pasca sidang, Juru Bicara Tim PH, Pariaman Siagian SH MH menyatakan pikir-pikir tetapi memastikan banding terhadap putusan sela. Sidang dijadwalkan kembali pada 18-19 Maret 2009. Agenda, pemeriksaan saksi-saksi dari unsur Pegawai Negeri Sipil (PNS). (man)

sumber: Equator 12/3/09

Selasa, 03 Maret 2009

Mematahkan Dakwaan JPU

DUPLIK NOMOR: 124/Pid.B/2006/PN.SKW
Dibacakan serta diajukan pada sidang Asyir Abu Bakar, Senin 4 September 2006 di Pengadilan Negeri Singkawang.

Setelah kita mendengar replik Jaksa Penuntut umum, maka hari ini penasihat hukum terdakwa membacakan dan mengajukan duplik sebagai berikut:
1. Bahwa penasihat hukum terdakwa tetap berpegang pada pembelaan yang telah dibacakan dan diajukan pada sidang hari Selasa Tanggal 22 Agustus 2006, yang lalu,
2. Bahwa replik yang diajukan Jaksa Penuntut Umum ini tidak perlu lagi kami bahas satu persatu dalam duplik ini karena sudah diuraikan secara mendalam dalam pembelaan kami yang lalu, karena hanya mengulang-ulang yang telah diuraikan, namun ada beberapa hal yang akan kami perjelas dalam duplik ini,
3. Untuk menanggapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum adalah apa yang didakwaakan Jaksa Penuntut umum dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang telah kami uraikan dalam pembelaan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti, maka terdakwa harus diputus bebas.
4. Jaksa Penuntut Umum mengatakan dalam repliknya poin 1, pencairan dana fiktif dan dana Rp. 148.000.000,- (seratus empat puluh delapan juta rupiah) ditaruh dalam rekening pribadi. Pendapat Jaksa Penuntut Umum ini tidak benar karena Jaksa Penuntut Umum melihat perkara ini sepotong-sepotong dan menerka- nerka. Proses Pelaksanaan Proyek Jalan Lingkar Saing Rambi ini harus dilihat secara keseluruhan yang untuh sehingga dapat mengetahui arti, makna, maksud dan tujuan Kebijaksanaan.
Sedangkan Perbuatan terdakwa adalah suatu Kebijaksanaan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam bidang Hukum Administrasi Negara untuk melaksanakan kebijakan Pemerintah Kabupaten Sambas yang telah dibuat oleh Panitia PHO/FHO. Kebijaksanaan adalah “persepsi yang tepat terhadap tujuan yang paling baik dengan mempergunakan, menerapkan akal pikiran sehat, kepandaian praktis yang paling baik secara berhasil untuk mencapai tujuan yang paling baik tersebut”. (Lorens Bagus; Kamus Filsafat; Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2000).
Tujuan yang paling baik dalam Proses Pembangunan Jalan Saing Rambi ini adalah selesainya pekerjaan proyek tersebut demi kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sambas sebagaimana tujuan daerah dan negara. Sebagaimana yang telah kami uraikan dalam pembelaan bahwa dana sebesar Rp. 148.000.000,- itu diamankan di Bendaharawan Sub Dinas Bina Marga Kimpraswil Kabupaten Sambas di Bank BPD Cabang Sambas, Nomor Rekening 400.0200379-8.
Maksud dan tujuan terdakwa agar uang (dana) terlindungi tetap dalam kekuasaan negara untuk mencegah dari kerugian yang akan mungkin timbul. Jelas sekali terbukti bahwa dana tersebut ditaruh di Bendaharawan Dinas Kimpraswil dari surat Kejaksaan Negeri Sambas yang ditandatangani oleh Kajari Sambas MEMET SUMENDA,SH, No. B-397/Q.1.17/Fd.1/04/2002, tanggal 19 April 2002, yang ditujukan kepada Pimpinan Bank BPD Kalimantan Barat Cabang Sambas, untuk memblokir uang sebesar Rp.148.000.000,- atas nama Bendaharawan Sub Dinas Bina Marga Kabupaten Sambas Nomor Rekening: 400.02.00379-8. Dan Surat Kejaksaan Negeri Sambas yang ditandatangani Kajari Sambas MEMET SUMENDA,SH No.:B-1011/Q.1.17/Fd.1/07/2002 tanggal 15 Juli 2002 yang ditujukan ke Pimpinan Bank BPD untuk menindaklanjuti Surat No.:B-397/Q.1.17/Fd/.1/04/2002 tertanggal 19 April 2002. Dan Surat Kejaksaan Negeri Sambas yang ditandatangani oleh Kajari MEMET SUMENDA,SH, Nomor:1178/Q.1.17/Fd/.1/9/2002 tanggal 20 September 2002 yang ditujukan ke Pimpinan Bank BPD Kalbar Cabang Sambas untuk membuka blokir Rekening Bendaharawan Proyek Bina Marga Kabupaten Sambas No.: 400.02.00379-8.
Semuanya bukti surat ini terlampir dalam Berkas Perkara. Juga berdasarkan Keterangan Saksi SUHARTO, Saksi H. MARTIN ARSYAD, Saksi NARDI (Bendaharawan Proyek Pengairan Dinas Kimpraswil Kabupaten Sambas), Saksi SUHARTO (Bendaharawan Proyek Jalan Lingkar Saing Rambi Tahun Anggaran 2001), yang keduanya Saksi mengatakan bahwa,” Dana Rp. 148.000.000,- disimpan atau diamankan di Rekening Dinas Kimpraswil atas nama Bendaharawan Proyek Nomor Rekening: 400.02.00379-8. Jelaslah bahwa dana Rp. 148.000.000,- tersebut disimpan atau diamankan dalam Kekuasaan Pemerintah Kabupaten Sambas, yang termasuk dalam kekuasaan Negara karena Bendaharawan Dinas Kimpraswil adalah Bendaharawan Negara.
Bendaharawan Dinas Kimpraswil ini adalah Bendaharawan Negara sesuai dengan UU No 1 Tahun 2004 (yang mencabut Staatsblad No. 448 Tahun 1925 yang telah diubah dengan UU No.9 Tahun 1968), Tentang Perbendaharaan Negara Pasal 1 poin 5 dan 14. Poin 5 berbunyi: “Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Gubernur/Bupati/Wali Kota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada Bank yang ditetapkan”. Poin 14 berbunyi: “Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan dan membayar/ menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah”. Jelaslah bahwa dana Rp. 148.000.000,- tetap berada pada kekuasaan negara, maka alasan Jaksa Penuntut Umum tersebut harus dikesampingkan.
5. Apa yang dikatakan Jaksa Penuntut Umum dalam repliknya poin ke 2 adalah tidak benar dan Audit BPKP bersifat reka-rekaan, tanpa data, tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan kedudukan BPKP hanya sebagai konsultan oleh karena itu harus disisihkan.
Yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum adalah:
-Semua dana yang direncanakan untuk membangun Jalan lingkar Saing Rambi sebesar Rp.925.990.000,- (sembilan ratus dua puluh lima juta sembilan ratus sembilan puluh ribu rupiah) terlaksana dengan baik,
-Yang berhak mengaudit dan mengatakan kerugian negara secara hukum dan juga sebagai suatu badan yang mempunyai tugas pengawasan adalah Badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai badan memiliki standar audit Akuntansi pemerintah dan Internasional.
BPK bebas menentukan obyek yang akan diperiksa meliputi luas pemeriksaan pada fisik, pengujian mutu, investigasi, bidang kewajaran serta tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara, yang berhak menentukan tentang kerugian negara/daerah, yang berhak menentukan penggantian kerugian negara/daerah, yang berhak merekomendasikan adanya unsur pidana. Dasar Hukumnya: Penjelasan Umum UU No.17 Tahun 2003, Tentang Keuangan Negara, Angka I poin 4 alinea pertama. UU No. 15 Tahun 2004, Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Bagian Pertimbangan huruf b; Penjelasan Umum I Huruf: B, C, D, E; Pasal 1 poin 3, 8; Pasal 4; Pasal 5; Pasal 6; Pasal 12; Pasal 13; Pasal 14; Pasal 20; Pasal 22 ayat (4).
6. Jaksa Penuntut umum menjelaskan dalam Repliknya poin ke 3, bahwa Penuntut umum tidak mempertimbangkan keterangan saksi ahli karena menguntungkan terdakwa. Alasan jaksa penuntut umum ini adalah alasan pribadi, bukan alasan hukum dan harus dikesampingkan. Semua bukti dan keterangan saksi yang terungkap dalam persidangan yang ada relevansinya dengan perkara harus dipertimbangkan untuk menemukan kebenaran dan keadilan. Keterangan Saksi Ahli yang diajukan Penasihat Hukum Terdakwa adalah untuk menjernihkan, untuk mendudukan fakta terhadap permasalahan hukum yang harus dipertimbangkan untuk mencari kebenaran dan keadilan dalam perkara ini. Karena Hakim memeriksa, memutus perkara berdasarkan hukum untuk mencari kebenaran dan keadilan. Terutama kebenaran dan keadilan masyarakat.
7. Alasan Jaksa Penuntut Umum dalam repliknya poin 4 yang mengatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan Perkara Terdakwa dalam Persidangan tidak melihat Tujuan dibuatnya atau tujuan Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan mengatakan PP RI No. 58 Tahun 2005 (yang mencabut PP RI No. 105 tahun 2000), Tentang Pengelolaan Keuang Daerah tidak relevan .
Alasan Jaksa Penuntut Umum ini harus dikesampingkan. Pasal demi pasal dalam Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu tidak berdiri sendiri, merupakan suatu kesatuan pada pertimbangannya, penjelasannya, dan mempunyai tujuan yaitu mewujudkan kebenaran dan keadilan serta untuk melindungi kepentingan masyarakat agar negara dan daerah dapat mewujudkan pembangunan untuk meningkatkan perekonomian, kesejahteraan masyarakat. Undang Undang Pemberantasan Korupsi adalah penjatuhan sangsi pidana atas pelanggaran peraturan yang lain mempunyai unsur pidana.
Oleh karena PP No.58 Tahun 2005 membenarkan perbuatan terdakwa sebagai kebijaksanaan maka dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti. Selain alasan ini, bahwa Anggaran Pembangunan Jalan Lingkar Saing Rambi didasarkan atas APBD Kabupaten Sambas. Dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak ada yang mengatur prosedur pengelolaan keuangan daerah, tidak ada mengatur mekanisme tender, tidak ada mengatur kewenangan jabatan, tidak ada mengatur hak dan kewajiban pimpro. Jadi jelas sangat berhubungan dengan Peraturan Perundangan yang lainya, UU Tentang Pengelolaan Keuangan Negara, Undang Undang Tentang Perbendaharaan Negara, Undang Undang Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara dan Undang Undang Tentang Mengatur Kewenangan Pejabat Negara/Daerah beserta UU yang lainnya dan semuanya peraturan perundangan ini menjadi tolok ukur atas perbuatan terdakwa karena terdakwa selaku pimpinan proyek yang bertanggung jawab atas penyelesaian proyek Jalan Lingkar Saing Rambi yang anggarannya berasal dari APBD.
Peraturan Perundangan ini berkelanjutan yaitu dengan timbulnya Peraturan Perundangan yang baru pasti mencabut atau merubah peraturan perundangan yang lama. Peraturan perundangan itu berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia sejak diundangkan dalam lembaran negara. Kesemuanya Peraturan Perundangan itu dibuat untuk melindungi kepentingan masyarakat yang bertujuan mencapai pembangunan untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan menuju masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang dilakukan oleh Terdakwa untuk menyelamatkan dan menyelesaikan proyek Jalan Lingkar Saing Rambi sehingga perbutan terdakwa sangat dibenarkan oleh hukum. Jaksa Penuntut Umum mengajukan dakwaannya tanggal 19 Mei 2006, ke Pengadilan Negeri Singkawang yang berlangsung sampai hari ini, untuk meminta keadilan. Jelas menurut hukum dilakukan pemeriksaan Perkara berdasarkan hukum yang sedang berlaku diseluruh Indonesia pada saat sekarang ini untuk memeriksa, menggali dan menemukan kebenaran dan keadilan dalam perkara ini.
8. Sebungan dengan pengertian kata “dapat” yang diuraikan Jaksa Penuntut Umum dalam repliknya Poin ke 7 yang mengartikan kata dapat mempunyai “potensi menimbulkan kerugian Negara/ daerah “ yang merupakan suatu rumusan aturan adalah keliru dan tidak benar. Pengertian kata “ dapat” menimbulkan kerugian negara” dalam Pasal 2 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ada hubungannya dengan KUHAP pasal 143 ayat (2) hruf b, yang berbuntyi bahwa Surat dakwaan harus diuraikan secara jalas dan cermat dan lengkap tentang “tindak pidana yang didakwakan”.
Dari kata uraian secara jelas tindak pidana didalam surat dakwaan artinya perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan harus diuraikan secara jelas sebagai batas-batas pemeriksaan dan batas-batas yang harus dibuktikan dalam pemeriksaan dipersidangan. Pengertian ini dihubungkan dengan kata “ dapat” mempunyai potensi menimbulkan kerugian negara/daerah maksudnya adalah rumusan perbuatan yang telah dilakukan yang harus diuraikan dalam surat dakwaan.
Dan rumusan perbuatan itu mengandung niat untuk melakukan kejahatan tapi belum terlaksana namun sudah dibuat dalam bentuk rumusan. Dan perbuatan itu mempunyai potensi menimbulkan kerugian negara. Dalam proses pelaksanaan Proyek Jalan Lingkar Saing Rambi sebagaimana yang telah diuraikan dalam pembelaan berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan, “ niat terdakwa adalah niat baik dan beriktikad baik” yaitu untuk dapat menyelesaikan proyek yang sedang dikerjakan demi efisiensi dan efektivitas anggaran dalam rangka memenuhi kepentingan masyarakat kabupaten sambas dan proyek itu terlaksana dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Mengenai mempunyai potensi menimbulkan kerugian negara/daerah di dalam persidangan tidak terbukti karena semua dana yang diperuntukkan untuk mengerjakan proyek yang dipermasalahkan, secara pasti, absolute, mutlak diperuntukkan untuk mengerjakan proyek tersebut dan secara pasti, secara absolute, secara mutlak tidak ada kerugian negara/daerah.
Bahkan sebaliknya negara/daerah dan masyarakat sangat diuntungkan karena dapat dihindari biaya-biaya yang akan dikeluarkan sehingga anggaran yang efisien dan efektif dapat tercapai dan pembangunan kepentingan masyarakat dapat dengan cepat selesai. Maka kata “dapat” yang mempunyai pengertian mempunyai potensi menimbulkan kerugian negara/daerah tidak terbukti dan harus dikesampingkan.
9. Pengertian Kerugian Negara/Daerah, selain yang telah diuraikan dalam pembelaan, juga dapat dilihat dengan jelas Berdasarkan UU No 1 Tahun 2004, Tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 1 angka 22, yang berbunyi: ” Kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja ataupun lalai”.
Juga berdasarkan PP RI No.58 Tahun 2005, Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 1 poin 62, berbunyi,” Kerugian Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai”. Jelas kerugian negara itu “harus nyata-nyata dan pasti jumlahnya. Dalam perkara ini sudah jelas secara absolute, mutlak, pasti dan nyata-nyata tidak ada kerugian negara/daerah karena sudah pasti dan nyata-nyata dana anggaran membangun Jalan Lingkar Saing Rambi terlaksana semuanya dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Maka alasan Jaksa Penuntut Umum dalam repliknya poin ke 6 yang mengartikan kata “dapat” yang berarti “berpotensi atau kemungkinan” harus dikesampingkan. Jelaslah dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti dan terdakwa harus diputus bebas.***